Pedoman Penulisan Bahasa Jawa

PARAMASASTRA BASA JAWA

Paramasastra berarti pedoman tentang tata tulis serta urutan kata dalam suatu bahasa.

Pedoman dalam paramasastra ini berkaitan dengan seluruh bagian bahasa, mulai dari unsur bahasa yang terkecil yaitu bunyi (swanten), kemudian unsur yang lebih besar yaitu kata (tembung), dan meningkat menjadi kalimat (ukara), dan akhirnya menuju tingkat tutur (speech level) atau unggah ungguhing basa.

Dengan kata lain, Bahasa Jawa memiliki tata suara (titi swara), tata kata (titi tembung), tata kalimat (titi ukara) dan tata bahasa (titi basa)

Titi ukara (tata kalimat) dalam bahasa Jawa, menitik beratkan pada penggunaan / fungsi kalimat.

Bagian bagian dalam sebuah kalimat sendiri dapat dibagi menjadi sedikitnya tiga bagian utama dan satu bagian berupa keterangan, yaitu:

1. Subjek (Jejer)
2. Predikat (Wasesa)
3. Objek (Lesan)
4. Keterangan (Katrangan)

Uraian ini lebih menekankan pada bagian-bagian kalimat, seperti telah diuraikan di atas bahwa bagian-bagian kalimat mencakup Subjek (jejer), predikat (wasesa), objek (lesan), dan keterangan (katrangan).

Subjek (jejer) adalah inti kalimat yang berupa kata benda (tembung aran) atau yang menjadi jawaban atas pertanyaan: siapa (sapa / sinten) dan apa (apa / punapa).

Misalnya:
(a) Cangkemsowek maca koran neng kamar.
jejer
(Cangkemsowek membaca koran di kamar)

(b) Koran diwaca Cangkemsowek neng kamar.
jejer
(Koran dibaca Cangkemsowek di kamar)

Kata Cangkemsowek dan koran merupakan kata yang menjadi jawaban atas pertanyaan sapa 'siapa' dan apa 'apa', bila terdapat pertanyaan:
(1) Sapa sing maca? 'Siapa yang membaca?'
(2) Apa sing diwaca? 'Apa yang dibaca?'

Jawabannya apabila didasarkan pada kedua kalimat diatas (a) dan (b) adalah kata Cangkemsowek dan koran.

Subjek (jejer) juga merupakan bagian dari fungsi kalimat yang diuraikan, yang dibicarakan, yang diceritakan keadaannya atau kondisinya.

Subjek memiliki sifat-sifat:
(a) merupakan bagian kalimat yang paling inti,
(b) berdiri sendiri (berupa kata benda, kata ganti, dan sebagainya),
(c) terdiri dari satu kata, dua kata atau lebih (frasa), bisa juga berupa klausa
(d) secara kategorial berasal dari kata benda, kata ganti, atau dari jenis kata lain yang sudah menjadi kata benda (tembung andhahan atau kata jadian).

Perhatikan contoh di bawah ini, kata yang bergaris bawah merupakan subjek (jejer):

Dhek wingi dheweke lungo menyang Klaten. (Kemarin dia pergi ke Klaten)
(Kata “dheweke” sebagai unsur inti dalam kalimat ini berupa kata ganti dan bisa berdiri sendiri).

Kasugihane ora ana sing madhani.(Kekayaannya tidak ada yang menyamai)
(Kata “kasugihane” berupa kata jadian).

Olehe arep tindak menyang Jakarta, ora sida. (Rencana(nya) akan pergi ke Jakarta, tidak jadi.)
(Subjek berupa klausa).

Jenis Subjek dapat dibedakan menjadi 3, yaitu:

(1) Subjek aktif (terdapat pada kalimat aktif atau tanduk):
Wiedy maca koran neng kamar (Wiedy membaca koran di kamar)

(2) Subjek pasif (terdapat pada kalimat pasif atau tanggap):
Pilar dijiwit Ririn (Pilar dicubit Ririn)

(3)Subjek nominal (terdapat pada kalimat nominal, kalimat yang predikatnya selain kata kerja)
Dheweke guru (Dia guru)

===========================

Predikat adalah semua kata yang menguraikan Subjek, baik keadaan maupun kondisinya.

Perhatikan contoh di bawah ini, kata yang bergaris bawah merupakan predikat (wasesa):

Misalnya, “Wan Abud maca stensilan ing kamar” (Wan Abud membaca stensilan di kamar)
(predikatnya (wasesa) kata “maca” (membaca)).

Predikat dapat dibedakan menjadi:
(1) predikat kerja (kata kerja,verba) : (a) predikat aktif dan (b) predikat pasif
(2) predikat bukan kerja (selain kata kerja).

Misalnya:
(1.a) “Wan Abud maca stensilan ing kamar” (Predikat aktif = “maca” (membaca))
(Wan Abud membaca stensilan di kamar)

(1.b) “Stensilan diwaca Wan Abud ing kamar” (Predikat pasif = diwaca (dibaca))
Stensilan dibaca Wan Abud di kamar

(2) Buntelan kae buku. (Wasesa tembung aran (predikat kata benda) = buku)
Bungkusan itu (berisi) buku

(3) Lakune keminggiren. (Jalannya terlalu ke pinggir)
(Predikat kata keadaan: keminggiren (terlalu ke tepi))

(4) Sing arep tak-warahi kowe kabeh. (Yang akan saya ajari kamu semua.)
(Predikat berupa kata ganti ”kowe (kabeh)” anda (semua) )

(5)Pitike mung telu, bebeke sewelas. (Ayamnya hanya tiga, bebeknya sebelas)
(Predikat berupa kata bilangan telu (tiga) saha sewelas (sebelas))

Dengan demikian, predikat yang berupa kata kerja, kata benda, kata keadaan, kata ganti, dan kata bilangan atau setidaknya yang menjadi jawaban atas pertanyaan: ngapa (mengapa), aneng apa (ada apa), punapa / menapa. (apa), kepriye / kados pundi (bagaimana), sapa / sinten (siapa), dan pira / pinten (berapa).

===========================

Objek adalah fungsi kalimat yang menjadi tujuan atau sasaran, maka Objek biasanya berupa kata benda, kata ganti, atau kata-kata bentukan menjadi kata benda.

Perhatikan contoh di bawah ini, kata yang bergaris bawah merupakan Objek (Lesan):

Objek dapat dibedakan menjadi 3, yaitu :

(1) Objek penderita
Contoh: Bocah iku naboki kancane (Anak itu menampari temannya)

(2) Objek pengalam
Contoh: Serina nukokake adhine doianan (Serina membelikan adiknya mainan)

(3) Objek penyebab
Contoh: Aku wis jeleh karo omongane (Saya sudah bosan dengan ucapannya).

Dengan demikian, kata kancane (temannya), adhine (adiknya), dan omongane (ucapannya), adalah kata-kata yang menjadi jawaban atas pertanyaan: Sapa sing ditaboki? (Siapa yang ditampari?), Sapa sing ditukokake (dolanan)? (Siapa yang dibelikan (mainan)?), dan Apa sing njelehi? (Apa yang membosankan?).

Objek juga memiliki sifat bahwa kadang-kadang bisa menjadi subyek dalan kalimat pasif (dari kalimat “Wan Abud maca stensilan neng kamar” (Wan Abud membaca stensilan di kamar)) menjadi “Stensilan diwaca Wan Abud neng kamar” (Stensilan dibaca Wan Abud di kamar).

===========================

Keterangan adalah fungsi kalimat yang terdiri dari kata, bagian kalimat, atau bisa juga berupa kalimat yang menerangkan kata atau unsur lainnya. Adanya keterangan dalam kalimat ada yang berpendapat bahwa tidak penting kehadirannya dalam kalimat (unsur bukan inti) tetapi keterangan bisa juga menambah keterangan pada inti kalimat. Dengan demikian, keterangan memiliki sifat manasuka, dapat ada, dapat dilesapkan tetapi tidak menghilangkan inti kalimat.

Keterangan dapat berupa nomina: wingi (kemarin), sesuk' (besok) dan nomina dengan adanya preposisi : neng kamar (di kamar), nyang Jakarta (ke Jakarta).

Misalnva:
“Wan Abud maca stensilan neng kamar”
(Inti kalimat terdiri dari kata Wan Abud, maca, dan stensilan. “Wan Abud maca stensilan” memiliki makna yang utuh atau lengkap)

Wan Abud maca stensilan neng kamar. (neng kamar ini bersifat manasuka)
(Wan Abud membaca stensilan di kamar)

Wan Abud maca stensilan dhek wingi (dhek wingi juga bersifat manasuka)
Wan Abud membaca stensilan kemarin

Jadi, keterangan dapat menjadi jawaban atas pertanyaan: kapan (kapan), ngendi (di mana), apa alesane (apa alasannya), sarana /piranti apa (dengan menggunakan alat apa) dan sebagainya

Misalnya:
Kalawingi Susila manggih pakewed. (Keterangan waktu, kalawingi)
(Kemarin Susila mendapat rintangan)

Susila nyambut damel wonten Jakarta. (Keterangan tern pat, wonten Jakarta)
(Susila bekerja di Jakarta)

Dheweke kegelan atine marga wong wadon iku. (Keterangan sebab, marga wong wadon iku)
(Dia kecewa hatinya karena perempuan itu)

Yossa nugel kawat nganggo tang. (Katrangan piranti, nganggo tang)
(Yossa memotong kawat menggunakan tang)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "Pedoman Penulisan Bahasa Jawa"

Posting Komentar